Gie
(2005) adalah sebuah film garapan sutradara Riri Riza. Gie mengisahkan
seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang
lebih dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam.
Film
ini diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Gie sendiri,
namun ditambahkan beberapa tokoh fiktif agar ceritanya lebih dramatis.
Menurut Riri Riza, hingga Desember 2005, 350.000 orang telah menonton
film ini. Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga
penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik
(Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau).
Sinopsis
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta.
Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep
idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat
pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati
akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan
membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap
ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan
kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain.
Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang
bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem
dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh
kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada
harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok
Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah
pada kemunafikan."
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father
negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang
diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie
tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan
korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara
menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci
bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya
omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi
politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan
banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh.
Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung
kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan
setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok
Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan
menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam
(MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film
ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk
menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya
setelah tujuan ini tercapai.
Tokoh tambahan
Tan
Tjin Han, figur yang menjadi sahabat Gie semasa kecil, adalah seorang
tokoh fiktif yang diilhami oleh dua orang sahabat Hok Gie, Djin Hok dan Effendi.
Dari buku harian Hok Gie memang terdapat referensi tentang Djin Hok
yang menjadi korban kekerasan tantenya, tetapi di masa dewasa Hok Gie
namanya tak pernah lagi disebut-sebut. Teman Hok Gie yang menjadi korban
razia PKI adalah Effendi.
Ira
dan Sinta adalah dua perempuan yang mewakili wanita-wanita dalam hidup
Hok Gie. Meskipun Hok Gie memang pernah berpacaran dengan beberapa gadis
UI, Ira dan Sinta dalam film ini adalah tokoh-tokoh fiktif. Riri Riza,
pembuat film ini bahkan menyempatkan diri ke luar negeri untuk
mewawancarai salah seorang wanita yang pernah dekat dengan Soe, tetapi
beliau menolak untuk membiarkan identitasnya diketahui publik dan tidak
mau membeberkan detail-detail hubungan mereka dengan Hok Gie. Buku
harian Hok Gie memang menyebutkan keterlibatannya dengan tiga perempuan,
tetapi tidak dengan jelas menyatakan apakah dia memang mencintai salah
satu di antara mereka.
Ira
adalah seorang wanita muda yang cerdas dan hidup dengan semangat
pejuang untuk impian-impian idealistis yang juga dimiliki Hok Gie. Ira
adalah sahabat dan pendukung Hok Gie yang paling setia dan selalu hadir,
baik saat Gie sedang kerja maupun main. Sempat terlihat tanda-tanda
asmara yang subtil antara Hok Gie dengan Ira, tetapi baru sekali kencan
keduanya sudah tidak berani melanjutkannya menjadi sebuah kisah cinta.
Selang
beberapa tahun, muncullah seorang gadis menawan bernama Sinta. Orang
tua Sinta yang berada mengagumi karya-karya tulis Hok Gie. Jelas
terlihat bahwa Hok Gie dan Sinta secara fisik memang tertarik satu sama
lain, tetapi tidak berhasil menjalin hubungan hati-ke-hati yang mantap.
Kelihatannya Sinta sekadar suka ditemani Hok Gie dan bangga menjadi
pacar seorang tokoh yang dihormati, tetapi sebenarnya tidak betul-betul
peduli dengan hal-hal yang menjadi obsesi hati Hok Gie. Sebaliknya, Hok
Gie tidak tahu bagaimana mengambil hati Sinta dan merasa tidak puas
dengan hubungan mereka. Kehadiran Sinta menimbulkan kerikuhan antara Gie
dengan Ira.
Kisah
cinta Hok Gie dan Sinta mungkin diilhami oleh pacar Hok Gie yang
terdekat. Pacar Hok Gie adalah putri sebuah pasangan kaya yang mengagumi
karya-karya Hok Gie. Namun, begitu hubungan Hok Gie dengan pacarnya
semakin intim, orang tua si gadis mulai membuat-buat dalih untuk
menghalang-halangi putrinya dan Hok Gie untuk saling bertemu. Menurut
orang tuanya, adalah terlalu riskan bila sang putri menikahi seorang
pria yang keuangannya sulit dan sering menjadi target intimidasi dan
macam-macam ancaman.
Film
ini menggambarkan Ira sebagai cewek yang selalu siap bergabung dengan
para cowok untuk naik gunung. Saat Hok Gie cs. menaiki Gunung Semeru, hadirlah seorang wanita bernama Wiwiek Wiyana--tokoh
yang tidak pernah disebut-sebut dalam film. Akan tetapi, apakah
pengilhaman karakter Ira ada hubungannya dengan Wiwiek Wiyana bisa
diragukan, karena menurut film ini, sementara Hok Gie naik ke Semeru,
Ira sedang bersantai di rumahnya ditemani alunan tembang romantis yang
membangkitkan cerita lama.
Tokoh-tokoh
tambahan lainnya antara lain Denny (salah seorang sahabat Hok Gie yang
periang, lucu, dan ramai), Jaka (tokoh PMKRI yang kemungkinan besar
adalah Cosmas Batubara) dan Santi (seorang pelacur yang diperkenalkan
kepada Soe oleh para cowok yang berusaha mendorong Soe untuk memburu
potensi berkembangnya persahabatannya dengan Ira menjadi kisah cinta).
Ada beberapa nama yang mengisi Soundtrack film Gie ini, Eros Sheila on 7 bersama Okta Tobing dipercahaya mengisi Soundtrack utama dalam film ini. Seperti lagu Cahaya Bulan ciptaan Eros ini bgitu nikmat didengar dan benar-benar dapat mewakili suasana mahasiswa tahun 60-an, lantunan lirik berpadu aransemen yang begitu apik membuat lagu ini memiliki jiwanya sendiri. Tak kalah dengan lagu Cahaya Bulan lagu yang berjudul Gie yang dicptakan Eros ini juga memiliki ruh yang begitu kuat melekat. Lirik yang begitu kuat ditambah aransemen yang begitu hebat dengan petikan-petikan gitar akustik membuat lagu ini begitu nikmat didengar. Album ini benar-benar album lintas generasi, terbukti dengan lagu Donna Donna yang konon merupakan lagu favorit Soe Hok Gie yang didaur ulang lewat suara Sita RSD dan memberikan ciri khas tersendiri. Masih ada lagu tembang berjudul Mr. Ego yang dibawakan oleh Speaker 1st dan Like A Rolling Stone Speaker 1st feat. Andy rif yang begitu kental dengan aroma rock n' roll. Kemuadian ada nama Titiek Puspa yang juga menyumbangkan lagu yang berjudul Terombang di Penantian.
Buat temen-temen yang mau download lagunya silahkan disini, tapi belum semua lagu dari Ost. Gie, masih beberapa lagu aja.
Eross Feat Okta - Gie.mp3
Sita - Dona Dona.mp3
Nicholas Saputra - Puisi Cahaya Bulan.mp3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar